Siapa yang tak kenal dengan
hidroponik? Siapa pula yang tak kenal dengan akuakultur? Hidroponik
sudah lama dikenal dalam budidaya tanaman. Sistem ini seringkali dipraktekkan
untuk menyiasati keterbatasan lahan. Sementara itu, akuakultur merupakan sistem
budidaya perikanan. Keduanya bisa digabungkan menjadi satu sistem. Lantas
bagaimanakah caranya?
Hidroponik merupakan sistem
budidaya tanaman yang sudah lama dikenal, terutama pada cocok tanam di dalam
rumah kaca. Tak seperti sistem pertanian konvensional, sistem hidroponik tidak
memerlukan media tanah sebagai media tumbuh tanaman. Meskipun demikian, tanaman
tetap memerlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhannya. Alternatifnya, karena
tanaman tidak memperoleh zat hara dari tanah, mereka menyerap unsur hara dari
substrat yang digunakan sebagai media tumbuh hidroponik. Sementara itu,
substrat yang digunakan sebagai media tumbuh tidak seperti tanah yang
mengandung zat hara. Pada umumnya, media tumbuh hidroponik merupakan substrat
yang miskin hara, misalnya serbuk arang, serpihan batu bata, arang sekam, dan
lain-lain. Sehingga, pasokan hara untuk tanaman dijamin oleh air yang digunakan
untuk mengairi perakaran tanaman.
Sementara itu, dalam
melangsungkan kehidupannya, ikan melakukan proses metabolisme. Dari proses
tersebut, ikan menghasilkan energi untuk beraktivitas, memperoleh nutrisi untuk
pertumbuhan dan menjaga kesehatan. Seperti halnya manusia, dari proses
tersebut, ikan akan menghasilkan zat-zat sisa, yang berupa cairan (urin) maupun
zat padat (kotoran, feces). Cairan urin mengandung sejumlah senyawa ammonia
dengan konsentrasi tertentu. Sedangkan feces ikan yang merupakan bahan organic,
akan terurai oleh mikroorganisme dalam air dan selanjutnya menjadi senyawa
ammonia. Zat-zat ini merupakan racun bagi ikan dan akan dibuang ke lingkungan
hidupnya, baik melalui eksresi maupun defekasi.
Prinsip saling memberi
Kebutuhan nutrisi utama tanaman merupakan
unsur nitrogen yang diperoleh dari akar, kemudian disalurkan ke seluruh bagian tumbuhan.
Di dalam air, unsur nitrogen ini terikat dalam senyawa nitrogen, antara lain
nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan
sebagian ammonia (NH3) yang terlarut dalam air. Sementara itu, dalam
proses fotosintesis, tanaman mengikat gas zat asam arang (karbodioksida) dari
udara, untuk direaksikan dengan air, membentuk senyawa karbohidrat dengan
bantuan sinar matahari. Produk sampingnya, dihasilkan gas oksigen yang
dibebaskan ke udara.
Sebaliknya, zat-zat sisa seperti ammonia, nitrit, dan
nitrat merupakan racun bagi ikan. sehingga, ikan membutuhkan lingkungan air
yang bebas dari senyawa-senyawa tersebut. Amonia merupakan gas dalam kondisi normal yang dihasilkan dari proses
dekomposisi bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Ambang batas kandungan ammonia bagi ikan berada pada kisaran
angka 0,2 mg/ liter atau 0,2 ppm. Kandungan ammonia yang terlalu tinggi
melebihi ambang batas ini akan menganggu ikan dalam memperoleh oksigen dari
air. Konsentrasi yang mencapai 0,5 ppm akan menyebabkan kematian pada ikan. sementara
itu, ikan lebih toleran terhadap kandungan senyawa nitrit dan nitrat. Pada
konsentrasi di bawah 100 mg/L atau 100 ppm, nitrit atau nitrat masih aman bagi
kelangsungan hidup ikan.
Lingkungan ikan menghasilkan
senyawa-senyawa yang menjadi nutrisi bagi tumbuhan. Sebaliknya, bagi ikan,
senyawa tersebut tidak dikehendaki. Di dalam system akuaponik, dua kondisi ini
disiasati sehingga lingkungan ikan terbebas dari zat-zat beracun. Pada saat
yang sama, tanaman memperoleh pasokan nutrisi dari sisa metabolisme ikan.
Zat padat hasil samping ini mengendap di dasar kolam. Dalam kondisi anaerob, bakteri akan menguraikan
zat ini menjadi senyawa yang berbahaya baik bagi lingkungan maupun ikan. Ammonia, nitrit dan nitrat yang dihasilkan bergantung pada
seberapa banyak pakan yang diberikan, rasio konversi pakan (FCR), serta berapa
banyak pakan yang terbuang. Senyawa Nitrogen tersebut berasal dari kandungan
protein pada pakan. Sehingga, semakin tinggi kandungan protein pakan, semakin
besar pula potensi senyawa Nitrogen yang dihasilkan di lingkungan hidup ikan.
David Bengstson, peneliti asal University of Rhode Island, AS, mengungkapkan,
dari total protein yang dikonsumsi ikan, hanya sekitar 30% saja yang diserap
oleh tubuh ikan untuk pertumbuhan. Sementara, sisanya terbuang dalam bentuk
urin, feses, dan proses pernafasan insang. Masih menuurut David, dari senyawa
nitrogen yang terbuang tersebut, sekitar 49 - 60% akan terlarut dalam air dan
sisanya, dalam kisaran 15 – 30% akan mengendap dalam bentuk partikulat di dasar
kolam.
Tentu saja, seberapa banyak
senyawa nitrogen yang menjadi produk samping dari budidaya ikan menjadi penting
sebagai sumber nutrisi untuk tanaman. Wilson Andew Lennard, dari RMIT University,
Melbourne Australia, mengungkapkan, sebagai acuan rasio antara ikan dan tanaman
hidroponik, ia menggunakan 1 kg ikan yang dipelihara dengan 20 tanaman selada
yang ditumbuhkan dalam system hidroponik.
Perlu kehadiran bakteri ‘perantara’
Perlu diketahui, meskipun akar
tanaman bisa menyerap senyawa ammonia, konsentrasinya yang terlalu tinggi di
daerah perakaran tanaman justru bisa menyebabkan keracunan. Untuk itu, perlu
diupayakan agar konsentrasi ammonia yang terlarut di dalam air dalam ambang batas
yang aman bagi tanaman. Agar konsentrasi ammonia tidak melebihi ambang batas,
diperlukan koloni bakteri yang mampu mengubahnya menjadi senyawa nitrit dan
nitrat. Bakteri yang berperan dalam kondisi ini adalah bakteri nitrifikasi,
yaitu jenis bakteri nitrosomanas dan bakteri nitrobacter. Nitrosomonas akan mengoksidasi
ammonia menjadi senyawa nitrit. Selanjutnya, bakteri nitrobacter akan mengubah
nitrit menjadi senyawa nitrat.
Proses nitrifikasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat
Karakteristik dari koloni bakteri
ini adalah sejenis mikroorganisme aerob, sehingga membutuhkan oksigen dalam
proses nitrifikasi. Karena karakteristik ini, bakteri akan berkembang biak dan
tumbuh subur pada air yang memiliki kandungan oksigen tinggi dan mengandung
senyawa nitrogen. Air yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi
biasanya berdekatan dengan permukaan air yang kontak secara langsung dengan
udara.
Selain itu, bakteri ini membentuk
koloni dan hidup pada lapisan padat yang bersentuhan dengan air. Sehingga,
diperlukan benda-benda padat, misalnya batuan atau permukaan padat lainnya
sebagai tempat menempel bakteri tersebut.
Jenis tanaman dan ikan sistem akuaponik
Tidak semua jenis tanaman cocok
untuk system akuaponik. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar sayuran
yang berdaun hijau cocok ditumbuhkan dalam system ini. Meskipun demikian, beberapa
sayuran tumbuh sangat subur dalam system akuaponik, di antaranya adalah kubis,
selada, kemangi, selasih, tomat, kacang okra, belewa, dan paprika. Selain itu,
ada beberapa jenis tanaman lain yang tumbuh baik dalam system akuaponik, yaitu
buncis, kacang polong, sayur kol, talas/ keladi, lobak, stroberi, melon, bawang
merah, lobak cina, wortel, dan ubi manis.
Untuk di Indonesia, redaksi
infoakuakultur mencoba menelusuri informasi jenis tanaman apa saja cocok
dipadukan dengan system akuaponik. Salah seorang praktisi akuaponik di
Yogyakarta, Nanang Dwianto, S.Si, mengutarakan, tanaman yang pernah ia coba pelihara
dan tumbuh baik dalam system akuaponiknya antara lain sawi, bayam, kembang kol,
seledri, tomat, koro roay, serai, cabai, kangkung, bawang merah, kemangi,
jembak, brokoli, dan selada.
#Foto Nanang Dwianto, S.Si dengan perangkat akuaponiknya
Di rumahnya, suami dari Bernadeta
Siti Hawa ini memiliki tiga perangkat akuaponik. Ikan dan sayurannya untuk
konsumsi keluarga. Di dalam kolam ikannya, dipelihara beberapa jenis ikan
antara lain nila, grass carp, gurame, lele, bahkan ikan koi. Mengenai perbandingan luasan kolam dan
hidroponiknya, berdasarkan pengalamannya selama ini, ia menggunakan
perbandingan luas yang sama antara hidroponik dengan kolam ikan. Ia mengaku,
sistem akuaponiknya bisa memperbaiki kualitas air kolam.
Rancangan sistem akuaponik
Konstruksi kolam
Konstruksi kolam untuk sistem akuaponik
bisa berbentuk apa saja. Syaratnya, kolam tersebut harus dilengkapi dengan sistem
drainase sentral yang terletak di dasar kolam. Fungsinya adalah untuk menarik
semua kotoran/ endapan yang terbentuk di dasar untuk dialirkan ke sistem
hidroponik menggunakan pompa.
Nanang menuturkan, jenis kolam
bisa berupa kolam IBC, kolam beton maupun kolam yang terbuat dari fiber. “Dalam membangun akuaponik ini, semua
saya lakukan serba alami tidak ada penambahan bahan-bahan pabrik selain pelet
yang dimasukkan karena itu prinsip yang saya pegang,” ungkap ayah dari F.A.
Tirta Prasaja ini. Di samping pellet, ia pun menggunakan dedaunan sebagai
sumber pakan untuk ikannya, antara lain daun talas, kangkung, azola, duckweed, daun murbey, dan lain-lain.
Ia melanjutkan,
semua akuaponiknya menggunakan filter dengan volume 25-30 % dari volume kolam
sehingga akan memberikan dampak baik terhadap kesehatan ikan. Filter terdiri
dari dua unit yang memiliki fungsi berbeda. Filter yang pertama berfungsi sebagai
pengendapan kotoran padat (bak/tong 1) dan yang kedua sebagi rumah bakteri
(bak/tong 2). Untuk sistem dalam penanaman hampir seluruhnya menggunakan sistem
pasang surut, dengan dibantu alat bell
siphon dan juga siphon apung hasil inovasinya sendiri.
Skema kolam akuaponik milik Nanang Dwianto, S.Si
Media tanam
Media tanam untuk tanaman
hidroponik bisa berasal dari arang sekam, arang tempurung kelapa, atau pecahan
batu bata, seperti layaknya sistem hidroponik biasa. Di samping sebagai tempat
tumbuh bagi tanaman, media ini juga berfungsi sebagai penyaring air sebelum
masuk ke kolam. Dengan demikian, air yang telah melewati media ini akan
melewati proses penyaringan dan menjadi bersih kembali.
“Media tanam, saya menggunakan arang kayu, pecahan genting, batu split,
batu kerikil putih,” terang Nanang, “saya memilih sistem tersebut karena
berbagai jenis tanaman bisa ditanam dengan sistem tersebut. Selain itu, adanya
media tersebut bisa sebagai filter
ke-2, sehingga air kolam lebih jernih,” ungkapnya. Pria yang gemar berbagi ini
memberikan tips, sebaiknya setelah arang ditaburkan, ditambahkan pecahan
genting. Hal ini untuk mencegah arang mengapung ketika dialiri air. Ke dalam
bak filter ke-2, Nanang menambahkan serpihah genteng, fungsinya adalah sebagai
tempat melekatnya bakteri yang berperan dalam penguraian ammonia.
Pipa
untuk mengurangi endapan
|
Gambar skema filter endapan
Skema alat SLO (solid lifting overflow)
Instalasi pompa air
Ammonia yang merupakan racun bagi ikan, dimanfaatkan oleh bakteri menjadi
nitrit dan nitrat, dua senyawa yang menjadi nutrisi bagi tumbuhan. Selanjutnya,
air yang sudah bebas dari dua senyawa tersebut kembali bersih setelah melewati
material penyaring fisik dan perlakuan
biologis dialirkan kembali ke kolam
ikan secara gravitasi.
Untuk menaikkan air dari kolam ke pot-pot tanaman, diperlukan pompa air. Pompa
ini bisa berupa pompa tenggelam (submerged pump) atau pun pompa air listrik
yang biasa.
No comments:
Post a Comment