Wednesday, August 10, 2016

Aquaponik, sekayuh dua keuntungan

Siapa yang tak kenal dengan hidroponik? Siapa pula yang tak kenal dengan akuakultur? Hidroponik sudah lama dikenal dalam budidaya tanaman. Sistem ini seringkali dipraktekkan untuk menyiasati keterbatasan lahan. Sementara itu, akuakultur merupakan sistem budidaya perikanan. Keduanya bisa digabungkan menjadi satu sistem. Lantas bagaimanakah caranya?
Hidroponik merupakan sistem budidaya tanaman yang sudah lama dikenal, terutama pada cocok tanam di dalam rumah kaca. Tak seperti sistem pertanian konvensional, sistem hidroponik tidak memerlukan media tanah sebagai media tumbuh tanaman. Meskipun demikian, tanaman tetap memerlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhannya. Alternatifnya, karena tanaman tidak memperoleh zat hara dari tanah, mereka menyerap unsur hara dari substrat yang digunakan sebagai media tumbuh hidroponik. Sementara itu, substrat yang digunakan sebagai media tumbuh tidak seperti tanah yang mengandung zat hara. Pada umumnya, media tumbuh hidroponik merupakan substrat yang miskin hara, misalnya serbuk arang, serpihan batu bata, arang sekam, dan lain-lain. Sehingga, pasokan hara untuk tanaman dijamin oleh air yang digunakan untuk mengairi perakaran tanaman.
Sementara itu, dalam melangsungkan kehidupannya, ikan melakukan proses metabolisme. Dari proses tersebut, ikan menghasilkan energi untuk beraktivitas, memperoleh nutrisi untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan. Seperti halnya manusia, dari proses tersebut, ikan akan menghasilkan zat-zat sisa, yang berupa cairan (urin) maupun zat padat (kotoran, feces). Cairan urin mengandung sejumlah senyawa ammonia dengan konsentrasi tertentu. Sedangkan feces ikan yang merupakan bahan organic, akan terurai oleh mikroorganisme dalam air dan selanjutnya menjadi senyawa ammonia. Zat-zat ini merupakan racun bagi ikan dan akan dibuang ke lingkungan hidupnya, baik melalui eksresi maupun defekasi.
Prinsip saling memberi
Kebutuhan nutrisi utama tanaman merupakan unsur nitrogen yang diperoleh dari akar, kemudian disalurkan ke seluruh bagian tumbuhan. Di dalam air, unsur nitrogen ini terikat dalam senyawa nitrogen, antara lain nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan sebagian ammonia (NH3) yang terlarut dalam air. Sementara itu, dalam proses fotosintesis, tanaman mengikat gas zat asam arang (karbodioksida) dari udara, untuk direaksikan dengan air, membentuk senyawa karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Produk sampingnya, dihasilkan gas oksigen yang dibebaskan ke udara.
Sebaliknya,  zat-zat sisa seperti ammonia, nitrit, dan nitrat merupakan racun bagi ikan. sehingga, ikan membutuhkan lingkungan air yang bebas dari senyawa-senyawa tersebut. Amonia merupakan gas dalam kondisi normal yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Ambang batas kandungan ammonia bagi ikan berada pada kisaran angka 0,2 mg/ liter atau 0,2 ppm. Kandungan ammonia yang terlalu tinggi melebihi ambang batas ini akan menganggu ikan dalam memperoleh oksigen dari air. Konsentrasi yang mencapai 0,5 ppm akan menyebabkan kematian pada ikan. sementara itu, ikan lebih toleran terhadap kandungan senyawa nitrit dan nitrat. Pada konsentrasi di bawah 100 mg/L atau 100 ppm, nitrit atau nitrat masih aman bagi kelangsungan hidup ikan.
Lingkungan ikan menghasilkan senyawa-senyawa yang menjadi nutrisi bagi tumbuhan. Sebaliknya, bagi ikan, senyawa tersebut tidak dikehendaki. Di dalam system akuaponik, dua kondisi ini disiasati sehingga lingkungan ikan terbebas dari zat-zat beracun. Pada saat yang sama, tanaman memperoleh pasokan nutrisi dari sisa metabolisme ikan.
Zat padat hasil samping ini mengendap di dasar kolam. Dalam kondisi anaerob, bakteri akan menguraikan zat ini menjadi senyawa yang berbahaya baik bagi lingkungan maupun ikan. Ammonia, nitrit dan nitrat yang dihasilkan bergantung pada seberapa banyak pakan yang diberikan, rasio konversi pakan (FCR), serta berapa banyak pakan yang terbuang. Senyawa Nitrogen tersebut berasal dari kandungan protein pada pakan. Sehingga, semakin tinggi kandungan protein pakan, semakin besar pula potensi senyawa Nitrogen yang dihasilkan di lingkungan hidup ikan. David Bengstson, peneliti asal University of Rhode Island, AS, mengungkapkan, dari total protein yang dikonsumsi ikan, hanya sekitar 30% saja yang diserap oleh tubuh ikan untuk pertumbuhan. Sementara, sisanya terbuang dalam bentuk urin, feses, dan proses pernafasan insang. Masih menuurut David, dari senyawa nitrogen yang terbuang tersebut, sekitar 49 - 60% akan terlarut dalam air dan sisanya, dalam kisaran 15 – 30% akan mengendap dalam bentuk partikulat di dasar kolam.
Tentu saja, seberapa banyak senyawa nitrogen yang menjadi produk samping dari budidaya ikan menjadi penting sebagai sumber nutrisi untuk tanaman. Wilson Andew Lennard, dari RMIT University, Melbourne Australia, mengungkapkan, sebagai acuan rasio antara ikan dan tanaman hidroponik, ia menggunakan 1 kg ikan yang dipelihara dengan 20 tanaman selada yang ditumbuhkan dalam system hidroponik.
Perlu kehadiran bakteri ‘perantara’
Perlu diketahui, meskipun akar tanaman bisa menyerap senyawa ammonia, konsentrasinya yang terlalu tinggi di daerah perakaran tanaman justru bisa menyebabkan keracunan. Untuk itu, perlu diupayakan agar konsentrasi ammonia yang terlarut di dalam air dalam ambang batas yang aman bagi tanaman. Agar konsentrasi ammonia tidak melebihi ambang batas, diperlukan koloni bakteri yang mampu mengubahnya menjadi senyawa nitrit dan nitrat. Bakteri yang berperan dalam kondisi ini adalah bakteri nitrifikasi, yaitu jenis bakteri nitrosomanas dan bakteri nitrobacter. Nitrosomonas akan mengoksidasi ammonia menjadi senyawa nitrit. Selanjutnya, bakteri nitrobacter akan mengubah nitrit menjadi senyawa nitrat.
Proses nitrifikasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat
Karakteristik dari koloni bakteri ini adalah sejenis mikroorganisme aerob, sehingga membutuhkan oksigen dalam proses nitrifikasi. Karena karakteristik ini, bakteri akan berkembang biak dan tumbuh subur pada air yang memiliki kandungan oksigen tinggi dan mengandung senyawa nitrogen. Air yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi biasanya berdekatan dengan permukaan air yang kontak secara langsung dengan udara.
Selain itu, bakteri ini membentuk koloni dan hidup pada lapisan padat yang bersentuhan dengan air. Sehingga, diperlukan benda-benda padat, misalnya batuan atau permukaan padat lainnya sebagai tempat menempel bakteri tersebut.
Jenis tanaman dan ikan sistem akuaponik
Tidak semua jenis tanaman cocok untuk system akuaponik. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar sayuran yang berdaun hijau cocok ditumbuhkan dalam system ini. Meskipun demikian, beberapa sayuran tumbuh sangat subur dalam system akuaponik, di antaranya adalah kubis, selada, kemangi, selasih, tomat, kacang okra, belewa, dan paprika. Selain itu, ada beberapa jenis tanaman lain yang tumbuh baik dalam system akuaponik, yaitu buncis, kacang polong, sayur kol, talas/ keladi, lobak, stroberi, melon, bawang merah, lobak cina, wortel, dan ubi manis.
Untuk di Indonesia, redaksi infoakuakultur mencoba menelusuri informasi jenis tanaman apa saja cocok dipadukan dengan system akuaponik. Salah seorang praktisi akuaponik di Yogyakarta, Nanang Dwianto, S.Si, mengutarakan, tanaman yang pernah ia coba pelihara dan tumbuh baik dalam system akuaponiknya antara lain sawi, bayam, kembang kol, seledri, tomat, koro roay, serai, cabai, kangkung, bawang merah, kemangi, jembak, brokoli, dan selada.
#Foto Nanang Dwianto, S.Si dengan perangkat akuaponiknya
Di rumahnya, suami dari Bernadeta Siti Hawa ini memiliki tiga perangkat akuaponik. Ikan dan sayurannya untuk konsumsi keluarga. Di dalam kolam ikannya, dipelihara beberapa jenis ikan antara lain nila, grass carp, gurame, lele, bahkan ikan koi.  Mengenai perbandingan luasan kolam dan hidroponiknya, berdasarkan pengalamannya selama ini, ia menggunakan perbandingan luas yang sama antara hidroponik dengan kolam ikan. Ia mengaku, sistem akuaponiknya bisa memperbaiki kualitas air kolam.
Rancangan sistem akuaponik
Konstruksi kolam
Konstruksi kolam untuk sistem akuaponik bisa berbentuk apa saja. Syaratnya, kolam tersebut harus dilengkapi dengan sistem drainase sentral yang terletak di dasar kolam. Fungsinya adalah untuk menarik semua kotoran/ endapan yang terbentuk di dasar untuk dialirkan ke sistem hidroponik menggunakan pompa.
Nanang menuturkan, jenis kolam bisa berupa kolam IBC, kolam beton maupun kolam yang terbuat dari fiber. “Dalam membangun akuaponik ini, semua saya lakukan serba alami tidak ada penambahan bahan-bahan pabrik selain pelet  yang dimasukkan karena itu prinsip yang saya pegang,” ungkap ayah dari F.A. Tirta Prasaja ini. Di samping pellet, ia pun menggunakan dedaunan sebagai sumber pakan untuk ikannya, antara lain daun talas, kangkung, azola, duckweed, daun murbey, dan lain-lain. 
Ia melanjutkan, semua akuaponiknya menggunakan filter dengan volume 25-30 % dari volume kolam sehingga akan memberikan dampak baik terhadap kesehatan ikan. Filter terdiri dari dua unit yang memiliki fungsi berbeda. Filter yang pertama berfungsi sebagai pengendapan kotoran padat (bak/tong 1) dan yang kedua sebagi rumah bakteri (bak/tong 2). Untuk sistem dalam penanaman hampir seluruhnya menggunakan sistem pasang surut, dengan dibantu alat bell siphon dan juga siphon apung hasil inovasinya sendiri.

Skema kolam akuaponik milik Nanang Dwianto, S.Si
Media tanam
Media tanam untuk tanaman hidroponik bisa berasal dari arang sekam, arang tempurung kelapa, atau pecahan batu bata, seperti layaknya sistem hidroponik biasa. Di samping sebagai tempat tumbuh bagi tanaman, media ini juga berfungsi sebagai penyaring air sebelum masuk ke kolam. Dengan demikian, air yang telah melewati media ini akan melewati proses penyaringan dan menjadi bersih kembali.
“Media tanam, saya menggunakan arang kayu, pecahan genting, batu split, batu kerikil putih,” terang Nanang, “saya memilih sistem tersebut karena berbagai jenis tanaman bisa ditanam dengan sistem tersebut. Selain itu, adanya media tersebut bisa sebagai filter ke-2, sehingga air kolam lebih jernih,” ungkapnya. Pria yang gemar berbagi ini memberikan tips, sebaiknya setelah arang ditaburkan, ditambahkan pecahan genting. Hal ini untuk mencegah arang mengapung ketika dialiri air. Ke dalam bak filter ke-2, Nanang menambahkan serpihah genteng, fungsinya adalah sebagai tempat melekatnya bakteri yang berperan dalam penguraian ammonia.
Pipa untuk mengurangi endapan
Gambar skema filter endapan
Skema alat SLO (solid lifting overflow)
Instalasi pompa air
Ammonia yang merupakan racun bagi ikan, dimanfaatkan oleh bakteri menjadi nitrit dan nitrat, dua senyawa yang menjadi nutrisi bagi tumbuhan. Selanjutnya, air yang sudah bebas dari dua senyawa tersebut kembali bersih setelah melewati material penyaring fisik dan perlakuan biologis dialirkan kembali ke kolam ikan secara gravitasi.
Untuk menaikkan air dari kolam ke pot-pot tanaman, diperlukan pompa air. Pompa ini bisa berupa pompa tenggelam (submerged pump) atau pun pompa air listrik yang biasa.

(noerhidajat)

No comments:

Post a Comment