Sampah Mengepung Kita
Sampah merupakan barang atau benda sisa yang tak dikehendaki setelah berakhirnya suatu proses. Sampah tercipta karena akfititas manusia. Sampah membahayakan tak hanya manusia, tetapi juga lingkungan. Ibarat buah simalakama, dipelihara berbahaya, dibuang tetap merugikan. Begitulah nasib sampah. Penyakit diare, leptospirosis, dan penyakit lainnya yang dibawa oleh tikus serta lalat hijau berasal dari sampah yang tak terkelola baik. Lingkungan, badan air, air tanah, udara, dan tanah tercemar oleh zat dan gas beracun yang berasal dari sampah.
Hanya Satu Bumi
Manusia hidup di atas bumi, satu-satunya planet di tata surya ini yang bisa kita tinggali. Para pendahulu kita mewariskan bumi seperti ini, dalam keadaan nyaman untuk ditinggali. Selayaknya, kita juga bertanggung jawab mewariskan bumi untuk anak cucu dalam keadaan seperti semula.
Namun, akibat ulah manusia yang sembrono, kondisi bumi sudah tak seperti dahulu lagi. Bumi yang kita tinggali sudah tidak bersih lagi, sudah tak segar lagi. Bumi sudah penuh dengan sampah. Dimana-mana, sampah berserakan. Lingkungan hidup manusia sudah terkepung sampah. Salah satu factor penyebabnya adalah tidak terkelola baiknya penanganan sampah.
Berbagai macam jenis sampah teronggok di tanah, badan air, hingga udara. Bahkan, sampah plastik, saat ini sudah bisa membalut seluruh permukaan bumi. Jika semua sampah ini tersambung, panjangnya lebih dari delapan kali keliling bumi. Mengerikan! Tak hanya itu, sampah organic bukan berarti tak berbahaya. Meskipun relative lebih mudah terurai di alam, penanganan yang tak serius justru menghambat pemulihan itu sendiri. Beragam penyakit yang tersebar luas dari sampah organic yang tak dikelola dengan baik.
3R: Reduce, Reuse, Recycle
Dalam hidupnya, manusia menghasilkan sampah sebagai hasil samping dari aktifitas intinya. Sampah bukanlah barang yang dikehendaki. Dahulu, saat penduduk bumi belum begitu padat dan akfitifas manusia belum begitu beragam, sampah masih belum menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan. Saat ini, dimana penduduk bumi sudah mencapai angka yang fantastis, 5 milyar, sampah yang dihasilkan pun berlipat-lipat dari jumlah sebelumnya. Kondisi ini bahkan sudah mengancam kehidupan manusia itu sendiri.
Sampah menjadi masalah hampir di setiap belahan planet hijau ini. Bila ancaman serius ini tidak disikapi dengan bijak dan cemerlang, kehidupan di atas bumi akan terancam. Menyikapi hal tersebut, para ahli lingkungan mengajukan metode 3R: reduce, reuse, recycle untuk sampah anorganik. Tahap pertama untuk mengatasi masalah ini adalah ‘reduce’. Reduce berarti mengurangi sebisa mungkin sampah yang mungkin dihasilkan dari setiap aktifitas yang kita lakukan. Selanjutnya, sampah yang dihasilkan sebisa mungkin dimanfaatkan kembali. Dengan kata lain, kita melakukan reuse. Reuse berkenaan dengan menggunakan sebisa mungkin barang-barang yang sudah dipakai. Dengan metode ini, misalnya, plastik kresek yang didapat dari belanja di supermarket tidak serta merta dibuang. Alih-alih, kita bisa menggunakannya kembali untuk keperluan lain, misalnya untuk belanja, bungkus makanan, dan lain-lain. Terakhir, jika dua langkah diatas sudah dilakukan, kita melakukan daur ulang pada sampah yang dihasilkan. Proses daur ulang sampah akan menghasilkan barang baru yang berguna. Langkah ini dinamai ‘recycle.’
Sayangnya, masyarakat salah kaprah memahami istilah tersebut. Orang sering memahami bahwa mengatasi sampah hanya dengan mendaur ulangnya tanpa melakukan langkah pertama dan selanjutnya. Akibatnya, mendaur ulang sampah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi menjadi ‘trend’ di kalangan masyarakat. Akan tetapi, langkah mendaur ulang tanpa melibatkan dua langkah pertama ini justru menambah jumlah sampah bukan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Padahal bila kita menilik lebih jauh, tahapan pertama yang harus kita lakukan dalam mengatasi benang kusut masalah sampah adalah menerapkan prinsip 3R. Setelah mengurangi sampah yang kita hasilkan, kita menggunakan kembali (bila memungkinkan) sampah yang akan kita buang. Selanjutnya, kita mendaur ulang sampah tersebut bila tahapan sebelumnya (reduce, reuse) sudah tidak bisa lagi digunakan dan sampah tersebut masih bisa dimanfaatkan. Begitulah seharusnya kita memperlakukan sampah di sekitar kita. Dengan melakukan hal demikian, kita sudah bertanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan sendiri.
Pilah, Pilih Sampah
Pengolahan sampah membutuhkan penanganan terpadu. Proses ini akan menjadi sangat terbantu jika dilakukan mulai dari hulu. Artinya, pengelolaan sampah sudah diterapkan pada penghasil sampah tingkat pertama, misalnya golongan rumah tangga. sudah menyadari pentingnya penanganan sampah yang terpadu. Untuk itu, kalangan rumah tangga mulai sadar dan menerapkan pemilahan sampah, paling tidak menyediakan dua tempat sampah. Tempat sampah organic dan tempat sampah anorganik.
No comments:
Post a Comment