Adanya pembuatan kertas daur ulang sebagai salah satu upaya untuk mengurangi volume limbah kertas bekas tidak hanya bisa mengurangi laju kerusakan lingkungan, tetapi juga bisa menjadi lahan usaha yang menjanjikan bagi para calon wirausaha.
Produk yang dihasilkan:
- Kertas daur ulang : bisa dijadikan amplop, bungkus kado, bingkai foto, tempat pensil, dll
- Kreasi seni bubur kertas : pin, gantungan kunci, hiasan dinding, aksesoris, dll
- Kreasi melipat kertas (origami) : aneka satwa, penutup (tudung) lampu, lampion, hiasan dinding, dsb.
- Kreasi memilin kertas : bingkai foto, hiasan dinding, berbagai macam miniature, dsb
Alat dibutuhkan:
• Satu bingkai saringan (ukuran T12). Bingkai kayu seperti ini bisa dibeli di toko yang menyediakan alat-alat sablon.
• Satu bingkai kayu (ukuran sama dengan bingkai saringan)
• Blender
• Tiga buah ember (ember persegi, ember kecil, dan ember bulat)
• Air
• Meja
• Papan kayu/triplek (ketebalan 2-4cm)
• Gelas ukur
• Rakel/pipa/kayu untuk meniriskan air
• Parutan
• Gelas pengukur
• Kertas bekas (kertas koran, buku bekas, majalah, kardus, dan lain-lain)
• Kanji
• Lembaran kain baju bekas
Bahan yang diperlukan:
• Kertas bekas (kertas koran, HVS, buku bekas, kardus, karton)
• Lem kanji (sebaiknya menggunakan lem yang tidak mengandung bahan kimia)
• Pewarna alami (sebaiknya tidak memakai pewarna yang mengandung bahan kimia)
Cara pembuatan:
• Masukkan lembaran kertas bekas ke dalam ember, rendam dengan air selama 12 – 24 jam.
• Ambil kertas yang telah direndam dan parut hingga membentuk serpihan. Bisa juga dengan disobek tangan secara manual. Tujuannya adalah supaya memudahkan proses penghancuran oleh blender.
• Masukkan serpihan kertas basah ke dalam blender. Nyalakan blender sampai serpihannya halus dan membentuk bubur kertas.
• Kemudian masukkan bubur kertas yang telah halus ke dalam ember bulat.
• Masukkan 150 gram kanji (=150 ml) dengan 300 ml air ke dalam ember kecil, lalu tambahkan air 2 L (= 2.000 ml) yang sudah dipanaskan ke dalam campuran tersebut. Volume total campuran saat ini adalah 2.450 ml.
• Pada saat yang sama, isi ember persegi dengan 30 L air, lalu tambahkan 500 ml air kanji dari ember kecil ke dalamnya. Aduk-aduk hingga merata.
• Tuangkan sisa kanji 1.950 L yang terdapat pada ember kecil ke dalam bubur kertas di ember bulat dan aduk hingga merata.
• Setelah bubur kertas tercampur rata, tuangkanlah 2 liter bubur kertas dari ember bulat ke dalam ember persegi dan aduk.
• Pada saat yang sama, tempatkan selembar kain keras di atas meja.
• Posisikan screen sablon dengan saringan menghadap atas. Letakkan bingkai kayu di atasnya. Sehingga semua sisinya berhimpitan dengan tepat.
• Peganglah dua bingkai ini dengan tangan lalu benamkan ke dalam ember persegi dan angkat perlahan. Saat ini, campuran bubur kertas tersaring pada screen.
• Pisahkan bingkai kayu dari bingkai screen. Kemudian, tempatkan bingkai screen di atas lembar kain di atas meja dengan posisi screen berada di bawah.
• Sisihkan air yang tersisa di screen tersebut dengan menggunakan rakel yang digerakkan perlahan di atas permukaannya.
• Angkat bingkai screen dan lapisan kertas yang terbentuk akan tertinggal di atas kain.
• Lapisi kertas tadi dengan kain
• Lakukan langkah 5 dan seterusnya sehingga proses ini menghasilkan delapan lapis kertas.
• Setelah hampir mengering, angkat kain satu persatu dan jemur kertasnya di bawah sinar matahari selama 6 jam hingga kering. Gunakan jepit jemuran pakaian untuk menggantung kertas saat penjemuran.
Proses pewarnaan:
Pewarnaan bisa mempercantik kertas daur ulang yang dihasilkan. Prosesnya dilakukan pada saat pembuatan bubur kertas di dalam blender. Saat proses pembentukan bubur kertas tersebut, masukkan bahan pewarna ke dalam blender secukupnya. Sebagai pewarna, kita mempunyai beberapa pilihan. Disamping menggunakan pewarna sintetis, kita juga bisa menggunakan zat pewarna organik. Dalam proses pewarnaan, sebaiknya pilihlah pewarna organic karena jenis pewarna ini tidak mencemari lingkungan. Beberapa bahan yang sering digunakan dan warna yang dihasilkan diantaranya adalah sebagai berikut:
• Kuning: parutan kunyit yang direbus kemudian disaring akan menghasilkan warna kuning. Bahan penghasil warna kuning yang lain adalah serutan kayu nangka yang direbus. Air rebusannya akan berubah menjadi kuning.
• Merah: daun kayu jati: direbus di dalam air lalu disaring. Warna yang dihasilkan merah
• Hijau: daun pandan wangi yang direbus kemudian disaring akan menghasilkan warna hijau.
• Coklat: kulit bawang jika direbus akan menghasilkan warna coklat.
• Oranye: biji kesumba jika direbus dan diremas akan menghasilkan warna oranye.
• Hitam: gambir yang direbus kemudian disaring akan menghasilkan warna hitam
• Merah muda: pacar cina yang direbus dan disaring akan menghasilkan warna merah muda.
• Biru: nila yang direbus dan disaring akan menghasilkan warna biru.
• Lembayung: daun putri malu (mimosa sp) yang direbus akan menghasilkan warna lembayung
Pembuatan variasi:
Kertas daur ulang sering digunakan untuk bungkus kado atau dalam pembuatan barang yang memiliki nilai seni. Dalam pembuatan barang-barang tersebut, tekstur kertas akan mempengaruhi nilai keindahannya. Untuk membuat variasi tekstur kertas, kita bisa menambahkan beberapa bahan alami seperti serasah, dedaunan kering, bunga-bungaan yang beraneka warna, dan bahan organik lainnya.
Proses ini bisa dilakukan pada saat pencampuran bubur kertas dengan air atau pada saat proses pembuatan bubur kertas di dalam blender. Caranya adalah dengan memasukkan bahan-bahan tersebut pada saat penghancuran kertas.
Pembuatan barang seni:
Kertas daur ulang bisa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan kerajinan bernilai jual tinggi, diantaranya adalah:
• Tempat pensil/ pulpen.
• Undangan
• Sampul buku
• Bingkai foto
• Amplop
• Kotak bingkisan
Thursday, August 27, 2009
Sampah Mengepung Kita
Sampah Mengepung Kita
Sampah merupakan barang atau benda sisa yang tak dikehendaki setelah berakhirnya suatu proses. Sampah tercipta karena akfititas manusia. Sampah membahayakan tak hanya manusia, tetapi juga lingkungan. Ibarat buah simalakama, dipelihara berbahaya, dibuang tetap merugikan. Begitulah nasib sampah. Penyakit diare, leptospirosis, dan penyakit lainnya yang dibawa oleh tikus serta lalat hijau berasal dari sampah yang tak terkelola baik. Lingkungan, badan air, air tanah, udara, dan tanah tercemar oleh zat dan gas beracun yang berasal dari sampah.
Hanya Satu Bumi
Manusia hidup di atas bumi, satu-satunya planet di tata surya ini yang bisa kita tinggali. Para pendahulu kita mewariskan bumi seperti ini, dalam keadaan nyaman untuk ditinggali. Selayaknya, kita juga bertanggung jawab mewariskan bumi untuk anak cucu dalam keadaan seperti semula.
Namun, akibat ulah manusia yang sembrono, kondisi bumi sudah tak seperti dahulu lagi. Bumi yang kita tinggali sudah tidak bersih lagi, sudah tak segar lagi. Bumi sudah penuh dengan sampah. Dimana-mana, sampah berserakan. Lingkungan hidup manusia sudah terkepung sampah. Salah satu factor penyebabnya adalah tidak terkelola baiknya penanganan sampah.
Berbagai macam jenis sampah teronggok di tanah, badan air, hingga udara. Bahkan, sampah plastik, saat ini sudah bisa membalut seluruh permukaan bumi. Jika semua sampah ini tersambung, panjangnya lebih dari delapan kali keliling bumi. Mengerikan! Tak hanya itu, sampah organic bukan berarti tak berbahaya. Meskipun relative lebih mudah terurai di alam, penanganan yang tak serius justru menghambat pemulihan itu sendiri. Beragam penyakit yang tersebar luas dari sampah organic yang tak dikelola dengan baik.
3R: Reduce, Reuse, Recycle
Dalam hidupnya, manusia menghasilkan sampah sebagai hasil samping dari aktifitas intinya. Sampah bukanlah barang yang dikehendaki. Dahulu, saat penduduk bumi belum begitu padat dan akfitifas manusia belum begitu beragam, sampah masih belum menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan. Saat ini, dimana penduduk bumi sudah mencapai angka yang fantastis, 5 milyar, sampah yang dihasilkan pun berlipat-lipat dari jumlah sebelumnya. Kondisi ini bahkan sudah mengancam kehidupan manusia itu sendiri.
Sampah menjadi masalah hampir di setiap belahan planet hijau ini. Bila ancaman serius ini tidak disikapi dengan bijak dan cemerlang, kehidupan di atas bumi akan terancam. Menyikapi hal tersebut, para ahli lingkungan mengajukan metode 3R: reduce, reuse, recycle untuk sampah anorganik. Tahap pertama untuk mengatasi masalah ini adalah ‘reduce’. Reduce berarti mengurangi sebisa mungkin sampah yang mungkin dihasilkan dari setiap aktifitas yang kita lakukan. Selanjutnya, sampah yang dihasilkan sebisa mungkin dimanfaatkan kembali. Dengan kata lain, kita melakukan reuse. Reuse berkenaan dengan menggunakan sebisa mungkin barang-barang yang sudah dipakai. Dengan metode ini, misalnya, plastik kresek yang didapat dari belanja di supermarket tidak serta merta dibuang. Alih-alih, kita bisa menggunakannya kembali untuk keperluan lain, misalnya untuk belanja, bungkus makanan, dan lain-lain. Terakhir, jika dua langkah diatas sudah dilakukan, kita melakukan daur ulang pada sampah yang dihasilkan. Proses daur ulang sampah akan menghasilkan barang baru yang berguna. Langkah ini dinamai ‘recycle.’
Sayangnya, masyarakat salah kaprah memahami istilah tersebut. Orang sering memahami bahwa mengatasi sampah hanya dengan mendaur ulangnya tanpa melakukan langkah pertama dan selanjutnya. Akibatnya, mendaur ulang sampah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi menjadi ‘trend’ di kalangan masyarakat. Akan tetapi, langkah mendaur ulang tanpa melibatkan dua langkah pertama ini justru menambah jumlah sampah bukan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Padahal bila kita menilik lebih jauh, tahapan pertama yang harus kita lakukan dalam mengatasi benang kusut masalah sampah adalah menerapkan prinsip 3R. Setelah mengurangi sampah yang kita hasilkan, kita menggunakan kembali (bila memungkinkan) sampah yang akan kita buang. Selanjutnya, kita mendaur ulang sampah tersebut bila tahapan sebelumnya (reduce, reuse) sudah tidak bisa lagi digunakan dan sampah tersebut masih bisa dimanfaatkan. Begitulah seharusnya kita memperlakukan sampah di sekitar kita. Dengan melakukan hal demikian, kita sudah bertanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan sendiri.
Pilah, Pilih Sampah
Pengolahan sampah membutuhkan penanganan terpadu. Proses ini akan menjadi sangat terbantu jika dilakukan mulai dari hulu. Artinya, pengelolaan sampah sudah diterapkan pada penghasil sampah tingkat pertama, misalnya golongan rumah tangga. sudah menyadari pentingnya penanganan sampah yang terpadu. Untuk itu, kalangan rumah tangga mulai sadar dan menerapkan pemilahan sampah, paling tidak menyediakan dua tempat sampah. Tempat sampah organic dan tempat sampah anorganik.
Sampah merupakan barang atau benda sisa yang tak dikehendaki setelah berakhirnya suatu proses. Sampah tercipta karena akfititas manusia. Sampah membahayakan tak hanya manusia, tetapi juga lingkungan. Ibarat buah simalakama, dipelihara berbahaya, dibuang tetap merugikan. Begitulah nasib sampah. Penyakit diare, leptospirosis, dan penyakit lainnya yang dibawa oleh tikus serta lalat hijau berasal dari sampah yang tak terkelola baik. Lingkungan, badan air, air tanah, udara, dan tanah tercemar oleh zat dan gas beracun yang berasal dari sampah.
Hanya Satu Bumi
Manusia hidup di atas bumi, satu-satunya planet di tata surya ini yang bisa kita tinggali. Para pendahulu kita mewariskan bumi seperti ini, dalam keadaan nyaman untuk ditinggali. Selayaknya, kita juga bertanggung jawab mewariskan bumi untuk anak cucu dalam keadaan seperti semula.
Namun, akibat ulah manusia yang sembrono, kondisi bumi sudah tak seperti dahulu lagi. Bumi yang kita tinggali sudah tidak bersih lagi, sudah tak segar lagi. Bumi sudah penuh dengan sampah. Dimana-mana, sampah berserakan. Lingkungan hidup manusia sudah terkepung sampah. Salah satu factor penyebabnya adalah tidak terkelola baiknya penanganan sampah.
Berbagai macam jenis sampah teronggok di tanah, badan air, hingga udara. Bahkan, sampah plastik, saat ini sudah bisa membalut seluruh permukaan bumi. Jika semua sampah ini tersambung, panjangnya lebih dari delapan kali keliling bumi. Mengerikan! Tak hanya itu, sampah organic bukan berarti tak berbahaya. Meskipun relative lebih mudah terurai di alam, penanganan yang tak serius justru menghambat pemulihan itu sendiri. Beragam penyakit yang tersebar luas dari sampah organic yang tak dikelola dengan baik.
3R: Reduce, Reuse, Recycle
Dalam hidupnya, manusia menghasilkan sampah sebagai hasil samping dari aktifitas intinya. Sampah bukanlah barang yang dikehendaki. Dahulu, saat penduduk bumi belum begitu padat dan akfitifas manusia belum begitu beragam, sampah masih belum menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan. Saat ini, dimana penduduk bumi sudah mencapai angka yang fantastis, 5 milyar, sampah yang dihasilkan pun berlipat-lipat dari jumlah sebelumnya. Kondisi ini bahkan sudah mengancam kehidupan manusia itu sendiri.
Sampah menjadi masalah hampir di setiap belahan planet hijau ini. Bila ancaman serius ini tidak disikapi dengan bijak dan cemerlang, kehidupan di atas bumi akan terancam. Menyikapi hal tersebut, para ahli lingkungan mengajukan metode 3R: reduce, reuse, recycle untuk sampah anorganik. Tahap pertama untuk mengatasi masalah ini adalah ‘reduce’. Reduce berarti mengurangi sebisa mungkin sampah yang mungkin dihasilkan dari setiap aktifitas yang kita lakukan. Selanjutnya, sampah yang dihasilkan sebisa mungkin dimanfaatkan kembali. Dengan kata lain, kita melakukan reuse. Reuse berkenaan dengan menggunakan sebisa mungkin barang-barang yang sudah dipakai. Dengan metode ini, misalnya, plastik kresek yang didapat dari belanja di supermarket tidak serta merta dibuang. Alih-alih, kita bisa menggunakannya kembali untuk keperluan lain, misalnya untuk belanja, bungkus makanan, dan lain-lain. Terakhir, jika dua langkah diatas sudah dilakukan, kita melakukan daur ulang pada sampah yang dihasilkan. Proses daur ulang sampah akan menghasilkan barang baru yang berguna. Langkah ini dinamai ‘recycle.’
Sayangnya, masyarakat salah kaprah memahami istilah tersebut. Orang sering memahami bahwa mengatasi sampah hanya dengan mendaur ulangnya tanpa melakukan langkah pertama dan selanjutnya. Akibatnya, mendaur ulang sampah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi menjadi ‘trend’ di kalangan masyarakat. Akan tetapi, langkah mendaur ulang tanpa melibatkan dua langkah pertama ini justru menambah jumlah sampah bukan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Padahal bila kita menilik lebih jauh, tahapan pertama yang harus kita lakukan dalam mengatasi benang kusut masalah sampah adalah menerapkan prinsip 3R. Setelah mengurangi sampah yang kita hasilkan, kita menggunakan kembali (bila memungkinkan) sampah yang akan kita buang. Selanjutnya, kita mendaur ulang sampah tersebut bila tahapan sebelumnya (reduce, reuse) sudah tidak bisa lagi digunakan dan sampah tersebut masih bisa dimanfaatkan. Begitulah seharusnya kita memperlakukan sampah di sekitar kita. Dengan melakukan hal demikian, kita sudah bertanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan sendiri.
Pilah, Pilih Sampah
Pengolahan sampah membutuhkan penanganan terpadu. Proses ini akan menjadi sangat terbantu jika dilakukan mulai dari hulu. Artinya, pengelolaan sampah sudah diterapkan pada penghasil sampah tingkat pertama, misalnya golongan rumah tangga. sudah menyadari pentingnya penanganan sampah yang terpadu. Untuk itu, kalangan rumah tangga mulai sadar dan menerapkan pemilahan sampah, paling tidak menyediakan dua tempat sampah. Tempat sampah organic dan tempat sampah anorganik.
Subscribe to:
Posts (Atom)