Dalam dunia industry, baik itu sector produksi barang maupun
industry jasa/ pelayanan, aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dituntut
untuk diterapkan dalam setiap tahapan prosesnya. Dalam perspektif ini, manusia
merupakan salah satu asset yang paling berharga, menyusul kemudian
infrastruktur perusahaan, peralatan, dan lain-lain. Dalam hirarki K3 ini,
keselamatan manusia menempati posisi puncak dalam piramida asset perusahaan.
Paradigma yang menempatkan K3 sebagai kunci produksi barang atau jasa menjadi
prioritas yang paling tinggi sebuah perusahaan yang memiliki reputasi yang
tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang kurang memperhatikan aspek K3 mendapat
predikat yang kurang bagus di mata pihak-pihak yang berkepentingan.
Standar Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3)
Di dunia, termasuk Indonesia, terdapat sejumlah standar atau
acuan baku dalam sistem keselamatan dan kesehatan kerja. Standar atau acuan ini
menjadi penting ketika terdapat banyak organisasi yang mengikrarkan dirinya
telah menerapkan aspek K3 dalam setiap lini bisnisnya. Standar ini menjadi
acuan, apakah sebuah perusahaan sudah menerapkan prinsip K3 dalam aktivitas
bisnisnya atau hanya sekadar jargon atau slogan.
Setiap sistem manajemen, untuk keperluan dan kepentingan
bisnis, ditentukan standar/ acuan. Standar ini dapat berlaku secara nasional
maupun internasional. Lembaga yang menyusun standar sistem manejemen ini dapat
berupa instansi pemerintah, atau pun swasta. Dengan demikian, setiap entitas
bisnis yang ingin diakui menganut sistem manajemen tertentu, dituntut untuk
dapat memenuhi persyaratan yang diminta dalam sistem manajemen tersebut. di
dunia, terdapat beberapa sistem manajemen yang diakui sebagai standar. Beberapa
di antaranya yaitu:
- Terdapat banyak standar (acuan) sistem manajemen mutu: Six Sigma, ISO 9001, TQM, Kaizen, dan lain-lain
- Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja (K3), antara lain: SMK3, OHSAS 18001:2007, ILO-OSH:2001
- Sistem Manajemen Lingkungan: ISO 14001:2015,
- Sistem Manajemen Mutu laboratorium pengujian dan kalibrasi: ISO 17025:2005
- Sistem Manajemen mutu lembaga inspeksi: ISO 17020:2012
Elemen-elemen K3
Pada prinsipnya, setiap sistem manajemen K3, mempunyai
beberapa persyaratan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada sistem mana
yang dianut. Sebagai contoh, persyaratan yang diminta oleh standar OHSAS 18001,
ILO-OSH 2001, maupun SMK3 berbeda-beda. Untuk itu, penting untuk dipahami, langkah
pertama untuk menerapkan sistem manajemen K3 di organisasi adalah menentukan
sistem mana yang akan diadopsi.
Meskipun demikian, secara garis besar, berbagai sistem
manajemen K3 tersebut, terlepas dari perbedaan, terdapat beberapa kemiripan
dalam aspek persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa di antaranya adalah:
- Perlu adanya komitmen dari manajemen terhadap aspek K3
- Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian
- Hukum dan persyaratan lainnya
- Tujuan dan program HSE
- Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang
- Kompetensi, pelatihan dan kesadaran
- Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
- Pengendalian operasional
- Pengukuran, pemantauan dan peningkatan kinerja
- Investigasi kecelakaan/ tindakan perbaikan
- Audit internal
- Tinjauan ulang manajemen
- Kesiapsiagaan dan rencana tanggap darurat
Setelah organisasi mengimplementasikan semua persyaratan yang tertuang di dalam OHSAS 18001, langkah selanjutnya adalah proses sertifikasi. Proses ini merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasional. Jika lulus dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, lembaga sertifikasi akan mengeluarkan sertifikat yang menyatakan telah mendapatkan status sebagai sebuah perusahaan yang menerapkan sistem manajemen K3. Setelah mendapatkan sertifikat, organisasi yang telah tersertifikasi tersebut berhak mempublikasikan statusnya. Untuk menjamin bahwa perusahaan konsisten dalam implementasi sistem manajemen, setiap tahun dilakukan audit surveillance. Masa berlaku sertifikat adalah tiga tahun. Setelah habis, sertifikat dapat diperpanjang dengan cara dilakukan audit ulang.
Ada banyak lembaga sertifikasi yang dapat melakukan proses sertifikasi tersebut, baik level nasional maupun internasional. Secara garis besar, setiap lembaga sertifikasi tersebut mengacu pada standar yang sama. Tidak sembarangan, lembaga yang melakukan sertifikasi tersebut haruslah organisasi yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi, misalnya oleh KAN, UKAS, dll. Umumnya, setiap Negara memiliki lembaga akreditasi tunggal. Untuk Indonesia, KAN merupakan satu-satunya lembaga akreditasi yang berwenang melakukan proses akreditasi lembaga sertifikasi yang ada di Indonesia (noerhidajat)