Wednesday, November 1, 2017

Application of Computational Fluid Dynamic (CFD) for Modeling and Simulation of Oil Movement in Water

The role of simulation becomes more important recently as a counterpart of experimental works in the field of engineering. This is because of that it can depict and forecast behavior and results with saving time and experimental works with involving some governing equations.
Modelling and simulation of oil movement in water can be used for several engineering applications, such as:
  • Wastewater treatment such as in API separator, plate oil/water separator.
  • Investigate the process of injection well and production well in crude petroleum oil drilling process.
  • Manufacturing process, such as food processing, petroleum refinery, wet oil extraction, etc.
Mixture consisted of water and oil has some characteristics, among other things they cannot blend well since the two substances are immiscible fluid. Since oil is less dense than water, it always resides on water surface. When oil is dispersed in water, its droplets will go up to the water surface due to buoyancy effect. The buoyancy effect results from difference of water and oil density. Then, oil is naturally separated from water by gravity-aided separation.

Neglecting frictional force, two forces act to a single oil droplet: Gravitational force (Fg) attracts the oil to move downward, While buoyant force (Fb) pushes the droplet upward.

Fb = mw.g, since m = ρ.V,
      Fb = ρw.Voil.g
      Fg = ρoil.Voil.g,

Where:
m = mass of water (g),
g = gravitational constant = 9.8 m/s2,
ρw = density of water (g/cm3)
V = volume of oil droplet (cm3)

Fg = ρoil.Voil.g,

Where:
m = mass of water (g),
g = gravitational constant = 9.8 m/s2,
ρoil = density of water (g/cm3)
V = volume of oil droplet (cm3)


Buoyant force on Oil Droplet

Resultant force: ΣF = Fb - Fg

Downward force = (-) sign, upward force = (+) sign,

The equation above is further rearranged to:

ΣF = ρw g.V - ρoil g.V = (ρw – ρoil) x gV

Since water density (ρw) is greater than that of Oil (ρoil), then,
(ρw – ρoil) has (+) value, the oil is directed upward.



Tuesday, October 31, 2017

Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3)

Dunia industri dituntut, sebagai entitas bisnis, untuk menghasilkan keuntungan yang dapat dibagikan kepada para pemangku kepentingan (stake holder) nya. Tidak hanya itu, perusahaan pun dituntut untuk patuh pada berbagai peraturan yang berkaitan dengan aspek K3 dan lingkungan.

Dalam dunia industry, baik itu sector produksi barang maupun industry jasa/ pelayanan, aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dituntut untuk diterapkan dalam setiap tahapan prosesnya. Dalam perspektif ini, manusia merupakan salah satu asset yang paling berharga, menyusul kemudian infrastruktur perusahaan, peralatan, dan lain-lain. Dalam hirarki K3 ini, keselamatan manusia menempati posisi puncak dalam piramida asset perusahaan. Paradigma yang menempatkan K3 sebagai kunci produksi barang atau jasa menjadi prioritas yang paling tinggi sebuah perusahaan yang memiliki reputasi yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang kurang memperhatikan aspek K3 mendapat predikat yang kurang bagus di mata pihak-pihak yang berkepentingan.

Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Di dunia, termasuk Indonesia, terdapat sejumlah standar atau acuan baku dalam sistem keselamatan dan kesehatan kerja. Standar atau acuan ini menjadi penting ketika terdapat banyak organisasi yang mengikrarkan dirinya telah menerapkan aspek K3 dalam setiap lini bisnisnya. Standar ini menjadi acuan, apakah sebuah perusahaan sudah menerapkan prinsip K3 dalam aktivitas bisnisnya atau hanya sekadar jargon atau slogan.

Setiap sistem manajemen, untuk keperluan dan kepentingan bisnis, ditentukan standar/ acuan. Standar ini dapat berlaku secara nasional maupun internasional. Lembaga yang menyusun standar sistem manejemen ini dapat berupa instansi pemerintah, atau pun swasta. Dengan demikian, setiap entitas bisnis yang ingin diakui menganut sistem manajemen tertentu, dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan yang diminta dalam sistem manajemen tersebut. di dunia, terdapat beberapa sistem manajemen yang diakui sebagai standar. Beberapa di antaranya yaitu:
  •  Terdapat banyak standar (acuan) sistem manajemen mutu: Six Sigma, ISO 9001, TQM, Kaizen, dan lain-lain
  • Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja (K3), antara lain: SMK3, OHSAS 18001:2007, ILO-OSH:2001
  • Sistem Manajemen Lingkungan: ISO 14001:2015,
  • Sistem Manajemen Mutu laboratorium pengujian dan kalibrasi: ISO 17025:2005
  • Sistem Manajemen mutu lembaga inspeksi: ISO 17020:2012
Untuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia, terdapat standar sistem yang dinamakan SMK3 atau sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Standar atau acuan ini disusun oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia pada tahun 200. Dalam level internasional, sistem manajemen OHSAS 18001:2007 yang disusun dan dikeluarkan oleh UKAS (United Kingdom Accreditation System), menjadi populer dan digunakan oleh berbagai perusahaan di dunia. Versi terbaru dari OHSAS 18001 adalah yang dikeluarkan pada tahun 2007. Pada saat tulisan ini dibuat, ISO tengah mengadopsi sistem ini menjadi ISO 45001. Perkembangannya, standar ISO versi K3 ini sedang dalam tahap penyusunan naskah final. Besar kemungkinan, tahun depan, naskah sudah akan berlaku dan menjadi standar internasional.

Elemen-elemen K3
Pada prinsipnya, setiap sistem manajemen K3, mempunyai beberapa persyaratan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada sistem mana yang dianut. Sebagai contoh, persyaratan yang diminta oleh standar OHSAS 18001, ILO-OSH 2001, maupun SMK3 berbeda-beda. Untuk itu, penting untuk dipahami, langkah pertama untuk menerapkan sistem manajemen K3 di organisasi adalah menentukan sistem mana yang akan diadopsi.

Meskipun demikian, secara garis besar, berbagai sistem manajemen K3 tersebut, terlepas dari perbedaan, terdapat beberapa kemiripan dalam aspek persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa di antaranya adalah:
  • Perlu adanya komitmen dari manajemen terhadap aspek K3
  • Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian
  • Hukum dan persyaratan lainnya
  • Tujuan dan program HSE
  • Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang
  • Kompetensi, pelatihan dan kesadaran
  • Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
  • Pengendalian operasional
  • Pengukuran, pemantauan dan peningkatan kinerja
  • Investigasi kecelakaan/ tindakan perbaikan
  • Audit internal
  • Tinjauan ulang manajemen
  • Kesiapsiagaan dan rencana tanggap darurat
Proses Sertifikasi
Setelah organisasi mengimplementasikan semua persyaratan yang tertuang di dalam OHSAS 18001, langkah selanjutnya adalah proses sertifikasi. Proses ini merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasional. Jika lulus dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, lembaga sertifikasi akan mengeluarkan sertifikat yang menyatakan telah mendapatkan status sebagai sebuah perusahaan yang menerapkan sistem manajemen K3. Setelah mendapatkan sertifikat, organisasi yang telah tersertifikasi tersebut berhak mempublikasikan statusnya. Untuk menjamin bahwa perusahaan konsisten dalam implementasi sistem manajemen, setiap tahun dilakukan audit surveillance. Masa berlaku sertifikat adalah tiga tahun. Setelah habis, sertifikat dapat diperpanjang dengan cara dilakukan audit ulang.

Ada banyak lembaga sertifikasi yang dapat melakukan proses sertifikasi tersebut, baik level nasional maupun internasional. Secara garis besar, setiap lembaga sertifikasi tersebut mengacu pada standar yang sama. Tidak sembarangan, lembaga yang melakukan sertifikasi tersebut haruslah organisasi yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi, misalnya oleh KAN, UKAS, dll. Umumnya, setiap Negara memiliki lembaga akreditasi tunggal. Untuk Indonesia, KAN merupakan satu-satunya lembaga akreditasi yang berwenang melakukan proses akreditasi lembaga sertifikasi yang ada di Indonesia (noerhidajat)

Wednesday, January 11, 2017

Dissolved Air Flotation (DAF)


Oleh: Noerhidajat, M.Sc

Dissolved air flotation atau lebih dikenal dengan singkatan DAF merupakan metode untuk memisahkan zat atau bahan pencemar dari air dengan menggunakan metode bantuan gelembung udara.

Metode DAF terutama berguna untuk memisahkan partikel yang berdiameter kecil, misalnya gelembung-gelembung minyak yang terdispersi di dalam air. Dalam kondisi demikian, penggunaan alat pemisah yang mengandalkan gaya gravitasi seperti API separator, dianggap sudah tidak efisien lagi. Hal ini karena partikel minyak yang terdispersi terlalu kecil sehingga waktu yang dibutuhkan oleh partikel tersebut naik ke permukaan memakan waktu yang sangat lama. 

 

Unit dissolved air flotation (DAF)

Prinsip kerja dissolved air flotation (DAF)

Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan cara mengalirkan udara ke dalam campuran air limbah dari dasar wadah. Udara tersebut dialirkan melalui pipa atau selang dan dikeluarkan pada tekanan atmosfer sehingga udara tersebut keluar berupa gelembung-gelembung udara mikroskopis yang berukuran kecil. Akibat masa jenis udara yang jauh lebih kecil daripada air, gelembung udara tersebut secara otomatis akan naik ke permukaan air. Bersamaan dengan itu, partikel-partikel minyak yang berukuran halus ikut menempel pada gelembung udara tersebut. Akibat pergerakan udara ke permukaan air, butiran minyak yang halus pun ikut naik  ke permukaan. Dengan demikian, proses penambahan gelembung udara ke dalam air limbah yang tercampur dengan partikel minyak yang terdispersi turut mempercepat proses naiknya minyak ke lapisan atas air. Dengan demikian, metode DAF ini mempercepat proses pemisahan minyak dan air.
Metode DAF telah digunakan secara luas untuk proses pengolahan air limbah yang dihasilkan dari industry pemurnian minyak, petrokimia, pabrik kimia, pengolahan air umum, dan lain-lain.
Instalasi DAF terdiri dari beberapa buah alat, yaitu pompa, tangki air, tangki pencampur udara dan air (saturation tank), pipa penyalur udara, pipa penyalur air, saluran pemasukan air, compressor, dan saluran pengeluaran air, saluran pembuangan padatan, panel pengatur aliran udara (air control panel), dan lain-lain. Prosesnya berlangsung sebagai berikut.


Prinsip kerja metode dissolved air flotation

Pertama, air limbah yang mengandung minyak terdispersi atau partikel padat dengan massa jenis lebih ringan daripada air masuk ke dalam tangki flotation. Selanjutnya, udara dialirkan ke dalam tangki pencampur udara dan air (saturation tank). Air yang berasal dari bak proses selanjutnya didaur ulang dengan menggunakan pompa yang dialirkan ke dalam tanki saturasi untuk dicampur dengan udara. Sumber udara yang diinjeksikan ke dalam tangki saturasi berasal dari kompresor. Udara yang telah dicampur dengan air selanjutnya dialirkan ke dalam bak proses melalui pipa yang diletakkan di dasar bak proses. Gelembung-gelembung udara berukuran sangat kecil akan keluar dan bergerak menuju permukaan air. Bersamaan dengan itu, gelembung-gelembung minyak akan melekat pada gelembung udara tersebut untuk kemudian bergerak bersama-sama ke permukaan air. Pergerakan gelembung udara menuju permukaan air lebih cepat daripada partikel minyak terdispersi yang berukuran sangat kecil. Hal ini karena massa jenis udara yang lebih kecil daripada minyak. Dengan demikian, selisih massa jenis udara dengan air semakin besar, yang berakibat gaya dorong ke atas (buoyancy effect) dari air akan semakin besar. Secara praktis, penggunaan prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam mengurangi rentang waktu untuk memisahkan partikel minyak dari air.


Efektivitas metode dissolved air flotation (DAF)
Pada prinsipnya, proses pemisahan zat yang tersuspensi di dalam air menggunakan metode DAF efisien digunakan untuk partikel dengan specific gravity yang kurang atau mendekati 1. Specific gravity merupakan angka yang diperoleh dengan membandingkan massa jenis suatu zat dengan air. Dalam fenomena zat yang tersuspensi tersebut memiliki massa jenis yang kurang atau sama dengan massa jenis air. Dengan demikian, partikel akan memiliki kecenderungan untuk mengapung pada permukaan air. Partikel jenis ini di antaranya adalah minyak, alga, lemak, gemuk, dan lain-lain.

Sementara itu, jika partikel yang tersuspensi memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air, dengan kata lain specific gravity-nya lebih besar dari angka 1, metode DAF tidak cocok digunakan. Sebagai gantinya, proses pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan tangki sedimentasi. Pada proses ini, zat yang tersuspensi karena memiliki massa jenis yang lebih tinggi daripada air, memiliki kecenderungan untuk mengendap akibat gaya gravitasi yang bekerja. Sehingga, partikel akan terakumulasi di dasar tangki (noerhidajat).

selanjutnya: Aplikasi CFD pemodelan dan simulasi dalam proses pengolahan limbah