Wednesday, November 1, 2017

Application of Computational Fluid Dynamic (CFD) for Modeling and Simulation of Oil Movement in Water

The role of simulation becomes more important recently as a counterpart of experimental works in the field of engineering. This is because of that it can depict and forecast behavior and results with saving time and experimental works with involving some governing equations.
Modelling and simulation of oil movement in water can be used for several engineering applications, such as:
  • Wastewater treatment such as in API separator, plate oil/water separator.
  • Investigate the process of injection well and production well in crude petroleum oil drilling process.
  • Manufacturing process, such as food processing, petroleum refinery, wet oil extraction, etc.
Mixture consisted of water and oil has some characteristics, among other things they cannot blend well since the two substances are immiscible fluid. Since oil is less dense than water, it always resides on water surface. When oil is dispersed in water, its droplets will go up to the water surface due to buoyancy effect. The buoyancy effect results from difference of water and oil density. Then, oil is naturally separated from water by gravity-aided separation.

Neglecting frictional force, two forces act to a single oil droplet: Gravitational force (Fg) attracts the oil to move downward, While buoyant force (Fb) pushes the droplet upward.

Fb = mw.g, since m = ρ.V,
      Fb = ρw.Voil.g
      Fg = ρoil.Voil.g,

Where:
m = mass of water (g),
g = gravitational constant = 9.8 m/s2,
ρw = density of water (g/cm3)
V = volume of oil droplet (cm3)

Fg = ρoil.Voil.g,

Where:
m = mass of water (g),
g = gravitational constant = 9.8 m/s2,
ρoil = density of water (g/cm3)
V = volume of oil droplet (cm3)


Buoyant force on Oil Droplet

Resultant force: ΣF = Fb - Fg

Downward force = (-) sign, upward force = (+) sign,

The equation above is further rearranged to:

ΣF = ρw g.V - ρoil g.V = (ρw – ρoil) x gV

Since water density (ρw) is greater than that of Oil (ρoil), then,
(ρw – ρoil) has (+) value, the oil is directed upward.



Tuesday, October 31, 2017

Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3)

Dunia industri dituntut, sebagai entitas bisnis, untuk menghasilkan keuntungan yang dapat dibagikan kepada para pemangku kepentingan (stake holder) nya. Tidak hanya itu, perusahaan pun dituntut untuk patuh pada berbagai peraturan yang berkaitan dengan aspek K3 dan lingkungan.

Dalam dunia industry, baik itu sector produksi barang maupun industry jasa/ pelayanan, aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dituntut untuk diterapkan dalam setiap tahapan prosesnya. Dalam perspektif ini, manusia merupakan salah satu asset yang paling berharga, menyusul kemudian infrastruktur perusahaan, peralatan, dan lain-lain. Dalam hirarki K3 ini, keselamatan manusia menempati posisi puncak dalam piramida asset perusahaan. Paradigma yang menempatkan K3 sebagai kunci produksi barang atau jasa menjadi prioritas yang paling tinggi sebuah perusahaan yang memiliki reputasi yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang kurang memperhatikan aspek K3 mendapat predikat yang kurang bagus di mata pihak-pihak yang berkepentingan.

Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Di dunia, termasuk Indonesia, terdapat sejumlah standar atau acuan baku dalam sistem keselamatan dan kesehatan kerja. Standar atau acuan ini menjadi penting ketika terdapat banyak organisasi yang mengikrarkan dirinya telah menerapkan aspek K3 dalam setiap lini bisnisnya. Standar ini menjadi acuan, apakah sebuah perusahaan sudah menerapkan prinsip K3 dalam aktivitas bisnisnya atau hanya sekadar jargon atau slogan.

Setiap sistem manajemen, untuk keperluan dan kepentingan bisnis, ditentukan standar/ acuan. Standar ini dapat berlaku secara nasional maupun internasional. Lembaga yang menyusun standar sistem manejemen ini dapat berupa instansi pemerintah, atau pun swasta. Dengan demikian, setiap entitas bisnis yang ingin diakui menganut sistem manajemen tertentu, dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan yang diminta dalam sistem manajemen tersebut. di dunia, terdapat beberapa sistem manajemen yang diakui sebagai standar. Beberapa di antaranya yaitu:
  •  Terdapat banyak standar (acuan) sistem manajemen mutu: Six Sigma, ISO 9001, TQM, Kaizen, dan lain-lain
  • Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja (K3), antara lain: SMK3, OHSAS 18001:2007, ILO-OSH:2001
  • Sistem Manajemen Lingkungan: ISO 14001:2015,
  • Sistem Manajemen Mutu laboratorium pengujian dan kalibrasi: ISO 17025:2005
  • Sistem Manajemen mutu lembaga inspeksi: ISO 17020:2012
Untuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia, terdapat standar sistem yang dinamakan SMK3 atau sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Standar atau acuan ini disusun oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia pada tahun 200. Dalam level internasional, sistem manajemen OHSAS 18001:2007 yang disusun dan dikeluarkan oleh UKAS (United Kingdom Accreditation System), menjadi populer dan digunakan oleh berbagai perusahaan di dunia. Versi terbaru dari OHSAS 18001 adalah yang dikeluarkan pada tahun 2007. Pada saat tulisan ini dibuat, ISO tengah mengadopsi sistem ini menjadi ISO 45001. Perkembangannya, standar ISO versi K3 ini sedang dalam tahap penyusunan naskah final. Besar kemungkinan, tahun depan, naskah sudah akan berlaku dan menjadi standar internasional.

Elemen-elemen K3
Pada prinsipnya, setiap sistem manajemen K3, mempunyai beberapa persyaratan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada sistem mana yang dianut. Sebagai contoh, persyaratan yang diminta oleh standar OHSAS 18001, ILO-OSH 2001, maupun SMK3 berbeda-beda. Untuk itu, penting untuk dipahami, langkah pertama untuk menerapkan sistem manajemen K3 di organisasi adalah menentukan sistem mana yang akan diadopsi.

Meskipun demikian, secara garis besar, berbagai sistem manajemen K3 tersebut, terlepas dari perbedaan, terdapat beberapa kemiripan dalam aspek persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa di antaranya adalah:
  • Perlu adanya komitmen dari manajemen terhadap aspek K3
  • Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian
  • Hukum dan persyaratan lainnya
  • Tujuan dan program HSE
  • Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang
  • Kompetensi, pelatihan dan kesadaran
  • Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
  • Pengendalian operasional
  • Pengukuran, pemantauan dan peningkatan kinerja
  • Investigasi kecelakaan/ tindakan perbaikan
  • Audit internal
  • Tinjauan ulang manajemen
  • Kesiapsiagaan dan rencana tanggap darurat
Proses Sertifikasi
Setelah organisasi mengimplementasikan semua persyaratan yang tertuang di dalam OHSAS 18001, langkah selanjutnya adalah proses sertifikasi. Proses ini merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasional. Jika lulus dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, lembaga sertifikasi akan mengeluarkan sertifikat yang menyatakan telah mendapatkan status sebagai sebuah perusahaan yang menerapkan sistem manajemen K3. Setelah mendapatkan sertifikat, organisasi yang telah tersertifikasi tersebut berhak mempublikasikan statusnya. Untuk menjamin bahwa perusahaan konsisten dalam implementasi sistem manajemen, setiap tahun dilakukan audit surveillance. Masa berlaku sertifikat adalah tiga tahun. Setelah habis, sertifikat dapat diperpanjang dengan cara dilakukan audit ulang.

Ada banyak lembaga sertifikasi yang dapat melakukan proses sertifikasi tersebut, baik level nasional maupun internasional. Secara garis besar, setiap lembaga sertifikasi tersebut mengacu pada standar yang sama. Tidak sembarangan, lembaga yang melakukan sertifikasi tersebut haruslah organisasi yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi, misalnya oleh KAN, UKAS, dll. Umumnya, setiap Negara memiliki lembaga akreditasi tunggal. Untuk Indonesia, KAN merupakan satu-satunya lembaga akreditasi yang berwenang melakukan proses akreditasi lembaga sertifikasi yang ada di Indonesia (noerhidajat)

Wednesday, January 11, 2017

Dissolved Air Flotation (DAF)


Oleh: Noerhidajat, M.Sc

Dissolved air flotation atau lebih dikenal dengan singkatan DAF merupakan metode untuk memisahkan zat atau bahan pencemar dari air dengan menggunakan metode bantuan gelembung udara.

Metode DAF terutama berguna untuk memisahkan partikel yang berdiameter kecil, misalnya gelembung-gelembung minyak yang terdispersi di dalam air. Dalam kondisi demikian, penggunaan alat pemisah yang mengandalkan gaya gravitasi seperti API separator, dianggap sudah tidak efisien lagi. Hal ini karena partikel minyak yang terdispersi terlalu kecil sehingga waktu yang dibutuhkan oleh partikel tersebut naik ke permukaan memakan waktu yang sangat lama. 

 

Unit dissolved air flotation (DAF)

Prinsip kerja dissolved air flotation (DAF)

Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan cara mengalirkan udara ke dalam campuran air limbah dari dasar wadah. Udara tersebut dialirkan melalui pipa atau selang dan dikeluarkan pada tekanan atmosfer sehingga udara tersebut keluar berupa gelembung-gelembung udara mikroskopis yang berukuran kecil. Akibat masa jenis udara yang jauh lebih kecil daripada air, gelembung udara tersebut secara otomatis akan naik ke permukaan air. Bersamaan dengan itu, partikel-partikel minyak yang berukuran halus ikut menempel pada gelembung udara tersebut. Akibat pergerakan udara ke permukaan air, butiran minyak yang halus pun ikut naik  ke permukaan. Dengan demikian, proses penambahan gelembung udara ke dalam air limbah yang tercampur dengan partikel minyak yang terdispersi turut mempercepat proses naiknya minyak ke lapisan atas air. Dengan demikian, metode DAF ini mempercepat proses pemisahan minyak dan air.
Metode DAF telah digunakan secara luas untuk proses pengolahan air limbah yang dihasilkan dari industry pemurnian minyak, petrokimia, pabrik kimia, pengolahan air umum, dan lain-lain.
Instalasi DAF terdiri dari beberapa buah alat, yaitu pompa, tangki air, tangki pencampur udara dan air (saturation tank), pipa penyalur udara, pipa penyalur air, saluran pemasukan air, compressor, dan saluran pengeluaran air, saluran pembuangan padatan, panel pengatur aliran udara (air control panel), dan lain-lain. Prosesnya berlangsung sebagai berikut.


Prinsip kerja metode dissolved air flotation

Pertama, air limbah yang mengandung minyak terdispersi atau partikel padat dengan massa jenis lebih ringan daripada air masuk ke dalam tangki flotation. Selanjutnya, udara dialirkan ke dalam tangki pencampur udara dan air (saturation tank). Air yang berasal dari bak proses selanjutnya didaur ulang dengan menggunakan pompa yang dialirkan ke dalam tanki saturasi untuk dicampur dengan udara. Sumber udara yang diinjeksikan ke dalam tangki saturasi berasal dari kompresor. Udara yang telah dicampur dengan air selanjutnya dialirkan ke dalam bak proses melalui pipa yang diletakkan di dasar bak proses. Gelembung-gelembung udara berukuran sangat kecil akan keluar dan bergerak menuju permukaan air. Bersamaan dengan itu, gelembung-gelembung minyak akan melekat pada gelembung udara tersebut untuk kemudian bergerak bersama-sama ke permukaan air. Pergerakan gelembung udara menuju permukaan air lebih cepat daripada partikel minyak terdispersi yang berukuran sangat kecil. Hal ini karena massa jenis udara yang lebih kecil daripada minyak. Dengan demikian, selisih massa jenis udara dengan air semakin besar, yang berakibat gaya dorong ke atas (buoyancy effect) dari air akan semakin besar. Secara praktis, penggunaan prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam mengurangi rentang waktu untuk memisahkan partikel minyak dari air.


Efektivitas metode dissolved air flotation (DAF)
Pada prinsipnya, proses pemisahan zat yang tersuspensi di dalam air menggunakan metode DAF efisien digunakan untuk partikel dengan specific gravity yang kurang atau mendekati 1. Specific gravity merupakan angka yang diperoleh dengan membandingkan massa jenis suatu zat dengan air. Dalam fenomena zat yang tersuspensi tersebut memiliki massa jenis yang kurang atau sama dengan massa jenis air. Dengan demikian, partikel akan memiliki kecenderungan untuk mengapung pada permukaan air. Partikel jenis ini di antaranya adalah minyak, alga, lemak, gemuk, dan lain-lain.

Sementara itu, jika partikel yang tersuspensi memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air, dengan kata lain specific gravity-nya lebih besar dari angka 1, metode DAF tidak cocok digunakan. Sebagai gantinya, proses pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan tangki sedimentasi. Pada proses ini, zat yang tersuspensi karena memiliki massa jenis yang lebih tinggi daripada air, memiliki kecenderungan untuk mengendap akibat gaya gravitasi yang bekerja. Sehingga, partikel akan terakumulasi di dasar tangki (noerhidajat).

selanjutnya: Aplikasi CFD pemodelan dan simulasi dalam proses pengolahan limbah



Saturday, December 3, 2016

Zeolit untuk Proses Pengolahan Air Tanah

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Air memiliki banyak fungsi dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun untuk lingkungan.

Permasalahan yang umum terjadi di Indonesia adalah ketersediaan sumber air bersih yang terbatas, terutama di daerah-daerah yang memiliki kandungan air tanah yang kurang bagus, di antaranya adalah daerah gambut dan berawa, seperti sebagian daerah Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan hasil survey penduduk antar sensus (SUPAS) 1985, diketahui pola penggunaan air masyarakat Indonesia. Dari hasil tersebut, sebanyak 10,77 % masyarakat Indonesia memperoleh air dari air ledeng, sebanyak 7,85% dari air tanah dengan menggunakan pompa air, air sumur (perigi) sebanyak 53,78 %, mata air (air sumber) 15,70 %, air sungai 8,54 %, air hujan 1,64 % dan lainnya 1,71 %.
Dari pola penggunaan air tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa penggunaan sumber air tanah di masyarakat masih sangat dominan. Hal itu dapat diketahui dari persentase masyarakat yang menggunakan air dari sumur dan pompa air dari air tanah. Namun, permasalahannya, kualitas air sungai dan tanah di Indonesia sangat bervariasi. Di beberapa tempat, sering ditemukan bahwa kualitas air tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai air minum.
Padahal, untuk dapat dijadikan sebagai air minum, air tanah harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan supaya tidak menyebabkan sakit bagi orang yang mengonsumsinya. Persyaratan tersebut tertuang dalam baku mutu air minum yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990.

Tingkat kekeruhan
Tingkat kekeruhan air merupakan salah satu indikator adanya padatan yang tersuspensi di dalam air. Air dengan tingkat kekeruhan yang tinggi menandakan kualitas yang rendah sehingga tidak baik untuk dijadikan sebagai sumber air minum. Padatan yang tersuspensi (suspended solid) dapat berupa lumpur, tanah, atau zat padat lain yang tidak larut dalam air akan tetapi memiliki ukuran partikel yang kecil, maksimum 2 µm dan lebih besar dari ukuran partikel koloid.
Dalam proses pengolahan air, kandungan zat tersuspensi ini dapat dipisahkan dengan menggunakan proses pengendapan. Proses ini menggunakan prinsip gaya gravitasi, di mana partikel yang tersuspensi yang memiliki densitas lebih besar daripada air akan mengendap. Selain itu, proses pemisahan materi tersuspensi dapat dilakukan dengan proses penyaringan saringan pasir. Syaratnya, pori-pori bahan yang dijadikan penapis harus lebih kecil dari ukuran material tersuspensi tersebut. sehingga, partikel tersebut akan tertahan sementara air dapat diloloskan.

Kandungan zat terlarut
Di antara sejumlah zat terlarut dalam air, zat besi dan mangan merupakan beberapa unsur yang sering ditemukan dalam air tanah. Zat besi ditemukan dalam bentuk ion Fe terlarut dalam air tanah. Kandungan besi dalam air dapat meyebabkan warna kuning dan bau yang kurang enak. Jika digunakan untuk mencuci, warna tersebut akan membekas terutama pada pakaian putih berupa bercak-bercak kuning.
Berdasarkan baku mutu air yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut, kadar zat besi dalam air minum maksimum dalam rentang 0,3 mg/L. sementara itu, kandungan zat mangan dibatasi maksimal 0,1 mg/L. Di dalam air, besi atau mangan terlarut dalam bentuk garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida, dalam bentuk koloid, atau bentuk yang tergabung dengan zat organik lain.
Zat besi yang terlarut di dalam air salah satunya dapat dihilangkan dengan cara oksidasi. Garam ferro bikarbonat ketika teroksidasi dengan udara kelarutannya akan berkurang di dalam air sehingga akan mengendap. Oleh karena itu, pada metode ini, teknik aerasi terhadap air yang dioleh kerap dilakukan. Proses aerasi dapat diterapkan dengan memasukkan gelembung-gelembung udara halus ke dalam air dengan pompa.
Di samping menurunkan kualitas air, kandungan besi dan mangan terlarut juga dapat menyebabkan air menjadi bau. Sehingga, bau sangat mengganggu ketika air tersebut dijadikan air minum. Tidak hanya itu, bau pada air juga dapat disebabkan oleh karena adanya pencemar bahan organik.

Pengolahan air dengan proses aerasi
Proses aerasi dapat mengoksidasi kandungan besi dan mangan yang terlarut dalam air. Secara alami, senyawa bikarbonat cenderung lebih tidak stabil dibandingkan dengan senyawa karbonat. Oleh karena itu, besi dalam bentuk Fe(HCO3)2 akan berubah menjadi bentuk ferro karbonat.

Fe(HCO3)==> FeCO3 + CO2 + H2O
Mn(HCO3)==> MnCO3 + CO2 + H2O

Ketika udara berkurang (kandungan CO2 menurun), kesetimbangan reaksi akan condong ke kanan. Reaksinya dapat dijabarkan sebagai berikut:

FeCO3 + CO==> Fe(OH)2 + CO2
MnCO3 + CO2 ==> Mn(OH)2 + CO2

Senyawa besi di atas, yaitu hidroksida besi (II), (Fe(OH)2 dan mangano hidroksida, Mn(OH)2 masih mempunyai kelarutan yang cukup besar di dalam air. Sehingga, proses pemisahan masih sulit dilakukan. Namun, jika aerasi terus dilakukan, reaksi akan terus berlanjut menjadi:

 4 Fe2+ + O2 + 10 H2==>4 Fe(OH)3 + 8 H+
 2 Mn2+ + O2 + 2 H2==> 2 MnO2 + 4 H+

Pada reaksi tersebut, baik senyawa ferro (III) hidroksida, Fe(OH)3 maupun MnO2 merupakan senyawa berbentuk padat dan tidak larut di dalam air sehingga mudah dipisahkan pada proses penyaringan.

Penggunaan zeolit untuk pengolahan air
Bahan zeolit sudah lama diketahui mampu memiliki kapasitas penukar ion. Sehingga, penggunaan batuan ini dalam proses penyaringan air dapat mengendapkan larutan besi dan mangan dalam air sehingga mudah untuk disaring/ diendapkan. Prosesnya yaitu dengan cara mengoksidasi kation besi sehingga larutan berubah menjadi senyawa garam besi dan mudah mengendap. Reaksi kimianya dapat dijabarkan sebagai berikut:

Na2Z + Fe(HCO3)2 ==> FeZ + 2 Na(HCO3)
Na2Z + Mn(HCO3)2 ==> MnZ + 2 Na(HCO3)



Zeolit untuk pengolahan air yang mengandung ion besi dan mangan (www.cerita dan ilmu.net)

Fe(HCO3)2 merupakan senyawa ferro bikarbonat yang mudah larut di dalam air, begitu pun juga dengan senyawa Mn(HCO3)2, mangano bikarbonat. Dengan adanya proses pertukaran ion yang dilakukan oleh media zeolite, senyawa tersebut berubah menjadi FeZ dan MnZ yang merupakan senyawa padat (garam) sehingga akan mengendap ketika di dalam air.



Tuesday, November 29, 2016

Proses pemisahan air dan minyak dalam air limbah

Proses produksi, aktivitas rumah tangga menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Sebagai produk samping, keberadaan limbah tidak dikehendaki. Pada proses produksi, limbah memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Setelah air limbah tersebut memenuhi baku mutu air limbah yang ditetapkan, limbah dapat dibuang langsung karena dianggap sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.


Salah satu industri dan kegiatan yang menghasilkan air limbah dalam jumlah yang cukup besar antara lain adalah aktivitas pengilangan minyak bumi. Air limbah ini berasal dari proses pemompaan minyak dari sumur menuju ke permukaan tanah. Air digunakan dalam proses tersebut antara lain digunakan sebagai ‘injector’ dalam proses enhanced oil recovery (EOR). Proses ini dilakukan pada sumur-sumur minyak yang sudah tua dimana kandungan minyak dalam reservoir sudah jauh menurun dari cadangan minyak sebelum proses eksploitasi. Tak jarang, proses penyuntikan air ke dalam reservoir tersebut disertai dengan sejenis senyawa surfaktan. Senyawa ini berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan minyak sehingga viskositas minyak turun dan mudah mengalir.


Proses injeksi air dalam enhanced oil recovery (EOR)

Dalam proses injection (penyuntikan) menggunakan air, air didorong ke dalam sumur injector menuju reservoir yang mengandung minyak. Hal ini dilakukan agar minyak yang terdapat di dalam pori-pori batuan terdorong keluar untuk selanjutnya dapat disedot oleh pompa minyak. Dengan penyuntikan minyak ke dalam reservoir, tekanan minyak di dalam batuan tersebut akan dijaga tetap stabil sehingga memudahkan proses naiknya minyak melalui pipa menuju permukaan tanah.

Proses pemisahan minyak dan air
Pada dasarnya, minyak bumi (hidrokarbon) merupakan senyawa yang tidak polar dan tidak larut di dalam air. Minyak dan air merupakan dua fluida yang tidak bisa menyatu (immiscible fluid). Karena tingkat kerapatan jenis yang berbeda, minyak dan air akan berada pada posisi yang berbeda. Mengingat minyak memiliki densitas yang lebih rendah daripada air, minyak akan selalu mengapung di air.

Sebagian besar limbah yang dihasilkan dari proses produksi minyak berupa campuran minyak dan air, dengan fase kontinyunya adalah air. Sementara itu, minyak merupakan zat yang terdispersi. Perbedaan ukuran partikel minyak yang terdispersi di dalam air menyebabkan perlakuan yang berbeda. Sebagai contoh, partikel minyak yang berukuran besar dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan alat API (American Petroleum Institute) separator. Alat ini akan efektif untuk partikel minyak yang berukuran minimal 150 um. Sementara itu, partikel yang lebih kecil harus menggunakan metode atau teknik lain, di antaranya adalah flotation, pemisahan melalui membrane.
Pemisahan yang paling sulit adalah ketika ukuran minyak yang terdispersi sangat kecil, di bawah ukuran 20 um, bahkan 5 um. Minyak ini dapat menjadi teremulsi di dalam air, bahkan menjadi minyak yang terlarut.  


Ukuran partikel gelembung minyak yang terdispersi dalam air

API separator
API separator menggunakan prinsip gaya gravitasi dalam proses pemisahan minyak dan air. Alat ini, pada praktiknya, tidak hanya berfungsi untuk memisahkan minyak dan air, akan tetapi memisahkan padatan tersuspensi dari air limbah. Dalam alat tersebut, terdapat dua bagian, yaitu inlet dan outlet. Limbah yang mengandung minyak terdispersi dimasukkan ke dalam alat melalui saluran inlet. Sementara itu, air limbah yang telah mengalami pengolahan akan dikeluarkan melalui saluran outlet. Di dalam alat tersebut, di pasang beberapa lempeng logam yang berfungsi untuk menggabungkan partikel-partikel/ gelembung-gelembung minyak yang berukuran kecil (coalescence). Semakin besar ukuran gelembung minyak, semakin cepat pula minyak tersebut bergerak ke permukaan air. Sehingga, minyak yang berukuran kecil akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai permukaan air. Dengan demikian, partikel minyak yang berukuran kecil akan menyulitkan proses pemisahan.



API separator

Prinsip kerja API separator menggunakan hukum Stokes, yang menyatakan bahwa rise of velocity (laju pergerakan naik) sebuah gelembung minyak bergantung pada ukuran gelembung, densitas, dan karakteristik air.




Dimana,
  • v  = kecepatan gerak naik (cm/s)
  • g  = konstanta gravitasi 
  • D = diameter gelembung minyak (cm)
  • μL= viskositas air

Dari persamaan Stokes di atas, dapat diketahui bahwa kecepatan gerak naik berbanding lurus dengan kuadrat diameter gelembung minyak. Oleh karena itu, semakin besar diameter partikel minyak, semakin cepat pula partikel minyak tersebut bergerak menuju permukaan air. Selanjutnya, kecepatan gerak naik minyak juga dipengaruhi oleh viskositas fluida fase kontinyu, dalam hal ini adalah air. Dengan demikian, untuk mempercepat gerak partikel minyak, viskositas air harus diturunkan. Salah satu cara untuk menurunkan nilai viskositas air adalah dengan menaikkan suhu. Sehingga, dalam praktiknya, penggunaan panas untuk menaikkan suhu air diperlukan.

Dengan dioperasikannya alat tersebut, air limbah akan terpisah menjadi tiga bagian besar, yaitu material padat yang tersuspensi, yang akan mengendap di bagian dasar alat. Bagian yang kedua adalah lapisan minyak yang berada di permukaan air. Selanjutnya, yang terakhir adalah air yang sudah terbebas dari partikel minyak dan zat padat.

Meskipun demikian, alat ini mempunyai keterbatasan. Tidak semua partikel minyak dapat terpisahkan dari air. Gelembung-gelembung minyak yang berukuran halus akan sangat sulit untuk dipisahkan. Sehingga, proses pemisahan berikutnya memerlukan metode lain, di antaranya adalah metode flotation atau metode pemisahan menggunakan membrane (noerhidajat) 


selanjutnya: Dissolved air flotation